MUJIZAT
Makna Mujizat
Keluaran 7:13 dan Matius 8 :14-27
I. Pendahuluan
Disaatku tak berdaya
KuasaMu yang sempurna
Ketika ku percaya…Muzijat itu nyata…..
Sepenggal syair lagu rohani yang dibawakan oleh Nikita di atas, dapat menjadi ungkapan hati sekaligus pernyataan iman yang kita (jemaat) miliki kepada Tuhan atas kuasa dan pekerjaanNya di sepanjang sejarah dan perjalanan segala ciptaanNya. Namun, ternyata pernyataan yang ada dalam syair tersebut (“mujizat itu nyata”) bukan saja menjadi ungkapan hati, tetapi juga menjadi sebuah pembicaraan yang hangat bagi teolog-teolog masa kini. Banyak pandangan atas “mujizat” itu muncul, seiring dengan pemahaman-pemahaman yang berbeda tentang mujizat (dalam hal ini yang dimaksud adalah pemahaman atas cerita-cerita mujizat yang ada dalam Alkitab). Karena Mujizat-mujizat yang Yesus lakukan, lalu diceritakan oleh penulis-penulis Perjanjian Baru itu menjadi sorotan utama dalam melahirkan pandangan-pandangan terhadap “mujizat” itu sendiri. Salah satu pandangan yang paling kontroversial dengan iman akan mujizat tersebut adalah bahwa “mujizat itu tidak mungkin terjadi karena hal itu bertentangan dengan yang adikodrati”, seperti yang diungkapkan oleh seorang teolog yang bernama Matthew Arnold, bahwa mujizat-mujizat sebenarnya tidak masuk akal. Sementara di lain pihak, ada yang mengatakan bahwa “mujizat adalah nyata terjadi di sepanjang perjalanan hidup manusia”.
Dalam Seminar Biblika ini, penulis mencoba memberikan pemaparan-pemaparan maupun pemahaman-pemahaman disekitar “mujizat”. Terkhusus dalam sajian ini, penulis dengan segala keterbatasannya, memberikan batasan dalam penulisannya, yaitu hanya pembahasan terhadap “makna mujizat” yang didasari dari tinjauan Alkitabiah terhadap Kel. 7 :1-13 dan Mat. 8:14-27. Menurut penulis “makna mujizat” tentunya sangat penting untuk dibahas, karena untuk mengawali pembicaraan maupun melahirkan pemahaman atas “mujizat" sebaiknya kita terlebih dahulu mengetahui dan memahami apa sebenarnya “makna mujizat” itu.
II. Terminologi
Dalam Perjanjian Lama istilah “mujizat” di kenal dengan kata “oth” (b. Ibrani תוּאָ) yang berarti “tanda” . Kata ini juga sering disamakan dengan “mophet” (מופת) yang artinya keajaiban (Keluaran 7:3;4:34)
Sementara itu istilah “mujizat” dalam dunia Perjanjian Baru dikenal dengan kata “seimon” (b. Yunani, σημειον) yang akar katanya adalah sema (σημα) artinya “tanda, keajaiban atau mujizat". Sehingga kata “seimon” dapat diartikan sebagai penyampaian pekerjaan yang dilakukan seseorang dengan memiliki karakter dan sangat mengagumkan, yang membuat banyak orang keheranan. Kata yang juga menunjukkan kepada istilah “mujizat” adalah “dunamis” (δυναμις) dan “teras” (τέρας). Walalupun kata “teras” pada umumnya dipakai untuk menunjukkan kata “tanda”, tetapi para penulis Perjanjian Baru terkadang memakainya untuk mengartikan sebuah pekerjaan Yesus yang luar biasa. Kata “teras” juga digunakan bersamaan dengan kata “dunamis”. Kemungkinan pengunaan itu untuk lebih mempertegas/memperkokoh maksud dari penyampaian perbuatan dan pekerjaan yang di lakukan Allah benar-benar menakjubkan, di luar jangkauan pikiran manusia”.
III. Pemahaman Terhadap Mujizat secara Alkitabiah
Istilah “Mujizat” dalam Alkitab pada dasarnya mengandung arti “Pekerjaan Allah” di alam dan sejarah ciptaanNya. Sekaligus itu mengartikan bahwa Allah adalah Allah yang hidup dan senantiasa hadir di tengah-tengah umat dan ciptaanNya. Berhubungan dengan itu, tidak asing kalau saja ada pandangan yang mengatakan bahwa pekerjaan Allah itu sebenarnya:
a. Ganjil, ajaib : Diungkapkan dari akar kata “pl” (b. Ibrani) yang artinya ‘berbeda” (Kel.15:11, Yos. 3:5) ; “temah” (b. Aram, Dan. 4:2-3, 6;27), “Teras” (b. Yunani, Kis. 4:30, Rom. 15:19).
b. Berkuasa, berkekuatan: Dengan kata “gevura”(Mzm.106:2),“Dunamis” (Mat. 11:20)
c. Penuh arti, bermakna : Dengan kata “ot” (Bil. 14:11) dan “semeion” (Yoh. 2:11).
Mujizat dan Hukum Alam
Perbuatan Allah yang istimewa dan berkuasa, mencirikan aktivitas Allah jauh berbeda dan di luar pemahaman manusia sekaligus mengungguli semua allah yang ada di sepanjang sejarah. Hukum alam adalah keterangan tentang alam ciptaan, yang di dalamnya Allah senantiasa bekerja. Oleh karena itu, pandangan yang mengatakan bahwa “hukum-hukum alam merupakan sistem yang tertutup” (pernyataan Allah yang kaku, yang tidak boleh diganggu lagi) mungkin dapat dikatakan telah menyimpang. Walaupun para teolog dan filsuf masih mempersoalkan tentang “mujizat” (apakah mujizat merupakan suatu peristiwa yang tidak selaras dengan watak dan tujuan Allah), secara pasti di dalam mujizat Allah menyatakan bahwa Dirinya hidup dan tidak tinggal diam dengan memperhatikan perjalanan sejarah ciptaanNya.
Van Gennep mengatakan bahwa keyakinan kita akan kuasa Allah hanya dimungkinkan oleh keberadaanNya dalam suatu tatanan yang berada, karena itu mujizat bukanlah dasar dari iman melainkan akhir dari iman itu sendiri. Sementara itu, Thomas Aquino mengatakan bahwa mujizat yang Kristus lakukan membuktikan ke-ilahian-Nya karena hanya Allah yang dapat membuat Mujizat. Karena itu seyogianya ,merupakan bukti keberadaan Allah.
Memang benar bahwa Allah adalah Alfa dan Omega, Dia-lah pencipta yang membentuk segala sesuatu tanpa dirintangi oleh suatu batasan, Dia-lah yang Tahu akhirnya sejak semula dan Dia tidak berubah. Dengan demikian mengapa Dia “campur tangan” dalam perjalanan yang tersusun ini?. Pandangan seperti ini muncul dari kurangnya pemahaman akan makna Alkitabiah, tentang Allah yang hidup dan berpribadi, ketidakberubahanNya bukanlah sifat kekuatan yang tidak berpribadi, tetapi kesetiaan oknum ;hasil karya ciptaanNya bukanlah boneka, tetapi pribadi yang berurusan dengan Dia. Mujizat-mujizat yang terjadi adalah peristiwa yang secara dramatis menyatakan Allah yang hidup dan berpribadi, yang bekerja dalam rentangan sejarah. Mujizat menyadarkan kita bahwa Allah adalah Allah yang hidup, yang berkuasa atas segala ciptaanNya termasuk berkuasa untuk menyentuh hukum alam.
Mujizat dan Penyataan
Pada umumnya teolog-teolog ortodoks menganggap “mujizat” sebagai tanda otentik dari nabi-nabi Allah, rasul-rasulNya dan terutama AnakNya sendiri. Mujizat sebagai pekerjaan Allah di dalam ciptaanNya melalui orang-orang pilihanNya. Di sisi -lain para kritikus liberal, justru memandang bahwa cerita-cerita mujizat dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru memiliki ciri-ciri yang sama dengan cerita-cerita mujizat dari allah-allah kafir serta nabi-nabi yang muncul dari bangsa berhala. Kedua pandangan tersebut, kurang mampu menunjukkan hubungan yang erat antara cerita mujizat dengan seluruh penyataan diri Allah, karena tidak selamanya peristiwa mujizat sebagai titik gerak untuk mengakui dan mendengar penyataan Allah dan memang pada dasarnya mujizat tidak terjadi hanya untuk penyungguhan lahiriah dari penyataan. Inti yang paling penting dari mujizat dan sekaligus sebagai tujuannya yang sebenarnya adalah memupuk iman kepada kepada campur tangan Allah untuk menyelamatkan orang percaya.
Mujizat Penyembuhan
Di mana ada iman, tidak ada batas tentang apa yang dapat dilakukan (Markus 9:23), di mana tidak ada iman, tidak ada penyembuhan (Markus 6:5-6). Kunci kuasa penyembuhan Yesus bukanlah upacara magis, melainkan suatu hubungan mempercayakan diri, dilandaskan atas keyakinan bahwa Yesus berkuasa atas penyakit.
Penyembuhan adalah pemulihan seseorang kepada keadaan yang biasa, karena ia mendertia suatu penyakit, badani atau pikiran yang masih dapat diobati. Tentu ada kesembuhan penyakit secara alami maupun kesembuhan yang sangat sulit untuk dipahami (adanya penyembuhan diluar dugaan, termasuk di dalamnya mujizat penyembuhan). Berdoa untuk kesembuhan orang sakit (Yakobus 5:13-20) berarti segala yang akan terjadi dalam proses penyembuhannya digantungkan kepada Allah. Tidak lain hal itu berarti “hadirnya kuasa dan pekerjaan Allah dalam proses penyembuhan itu.
Penyembuhan secara mujizat, sekalipun termasuk pembangkitan dari kematian, tidaklah lazim dalam Perjanjian Lama. Dapat dikatakan peristiwa itu hanya terdapat pada zaman Keluaran dan pada pelayanan Elia dan Elisa (lih. Kel. 7:10-12). Sedangkan dalam Perjanjian Baru, mujizat penyembuhan yang dilakukan Yesus menjadi laporan yang selalu disampaikan dalam keempat injil. Ada yang disembuhkan dari jauh, dengan sentuhan, atau dengan mengunakan tanah yang diaduk dengan ludah-Nya, (Mrk. 8:23, Yoh. 9:6). Hal ini mungkin membangkitakan iman orang sakit itu dan menunjukkan bahwa Allah tidak memantangkan pemakaian sarana dalam penyembuhanNya.
Makna Mujizat penyembuhan pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan makna penyembuhan yang lainnya, yaitu menunjukkan kekuasaan Allah terhadap kejahatan dan akibat-akibatnya. Setelah yang paling utama adalah sebagai penyataan diriNya.
Mujizat dan Iman
Setiap anggota persekutuan yang percaya menganggap bahwa setiap peristiwa atau kejadian selalu mempunyai makna keagamaan dan dapat dilihat sebagai satu “mujizat”. Karena itu dalam pandangan ini tidak ada kebenaran Roh atau individu. Orang-orang percaya yang melihat Allah sebagai individu pribadi yang kekal, maupun yang percaya kepadaNya sebagai substansi yang tidak dapat dibatasi waktu, dapat percaya kepada mujizat. Dalam arti suatu peristiwa atau keadaan selalu memiliki makna spritual maupun makna keagamaan.
Sebuah mujizat dilakukan Allah untuk memperdalam pengertian dan pengenalan seseorang tentang DiriNya. Mujizat adalah sarana media Allah untuk menunjukkan kasih kuasaNya kepada mereka yang mempunyai mata untuk melihat dan untuk berbicara kepada mereka secara dramatis, kepada mereka yang mempunyai telinga untuk mendengar. Inilah yang menunjukkan bahwa mujizat berkaitan langsung dan erat dengan iman para pengamat atau orang-orang yang terlibat langsung (Kel. 14:13, I Raj. 18:39) dan dengan iman orang-orang yang akan mendengar atau membacanya kemudian (Yoh. 20:30-31).
Yesus mencari iman sebagai tanggapan atas kehadiranNya dan perbuatan-perbuatanNya (terutama Mujizat) yang mengandung keselamatan. Imanlah yang membuat semua pengetahuan dan pengenalan akan Dia sebagai Allah yang selalu bekerja dengan perbuatan-perbuatan besar dan tak terhingga dalam ciptaanNya, sebagai Allah yang melakukan mujizat untuk keselamatan, tetap utuh dan bertahan. Tentulah kita harus memiliki pandangan bahwa iman pada pihak manusia yang terlibat bukanlah syarat mutlak untuk membuat mujizat. Allah bukan tidak bisa sendiri melakukan mujizat tanpa iman di pihak manusia (bnd.Markus 6:5). Yesus melakukan penyembuhan bagi beberapa orang di Nazaret, yang menjadi perhatian adalah di ayat tersebut juga dikatakan bahwa”...Yesus tidak dapat melakukan mujizat disana..”. Terlalu cepat untuk mengatakan bahwa Yesus tidak mampu menunjukkan kuasaNya di Nazaret. Karena pada dasarnya bukan karena ketidakpercayaan orang-orang itu yang membatasi kekuasaanNya. Namun karena melakukan mujizat untuk banyak orang yang tak percaya tidak selaras dengan tugas pekerjaanNya.
Mujizat-mujizat Palsu
Mujizat yang benar, seiring dan selaras dengan pengetahuan yang dimiliki orang-orang percaya tentang Allah. Yaitu pengetahuan tentang pengenalan, pemahaman dan cara pandang kita terhadap Allah, sebagai orang yang beriman teguh kepadaNya. Sudah semestinya orang-orang yang percaya kepada Allah melaluinya akan memperluas dan memperdalam pengetahuan itu. Seperti yang tertulis dalam Ul.13:2-3, Umat Allah (bangsa Israel) harus menolak setiap mujizat yang menyangkal Yahweh.
Dengan tegas Allah menolak untuk memberi tanda dari sorga, membuat mujizat yang tak berguna dan mengemparkan. Alkitab juga memaparkan perbuatan-perbuatan mujizat yang dilakukan oleh orang-orang yang ternyata juga menentang tujuan dan rencana Allah (Ul. 13:2-3, Mat. 7:22, 24 :24, II Tes. 2:9, Why. 13:13). Dalam hal ini pengunaan istilah “teras” dalam Perjanjian Baru (kecuali Kis. 2:19), dipakai bersamaan dengan istilah “semeion”. Kedua istilah itu menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah mujizat-mujizat yang benar, mengandung makna dan peran dalam tujuan dan rencana Allah, bukan sekedar mujizat yang kosong, yaitu hanya untuk menunjukkan keajaiban.
IV. Tinjauan Historis-Teologis terhadap Keluaran 7:13 dan Matius 8:14-27
4.1. Latar belakang
Kitab Keluaran
Terjemahan Perjanjian Lama ke dalam bahasa Yunani (LXX: Septuaginta) memberikan judul “Keluaran” (“Exodus” yang artinya “pergi ke keluar) kepada kitab ini. Dalam Alkitab Ibrani, kitab ini dinamai menurut kata-kata pembukaannya, Eleh Syemot artinya “inilah nama ana-anak”.1 Kitab keluaran ini mengisahkan cerita tentang berdiamnya suku-suku Israel di Mesir, kisah perbudakan yang dialami bangsa Israel oleh bangsa Mesir, di bawah pimpinan Firaun. Kisah pembebasan yang dilakukan Allah melalui Musa juga menjadi awal dari kisah umat tersebut sebagai bangsa Pilihan, sekaligus sebagai cerita di mana Allah menyatakan Dirinya sebagai Allah yang di sepanjang perjalanan bangsa tersebut akan tetap memperhatikannya.2
Kitab Keluaran mencatat peristiwa dari keilahian Musa sampai penyelesaian dan penahbisan kemah suci di Sinai pada bulan pertama tahun kedua sesudah peritiwa dari Mesir (bnd. 1:1 ;2:1-14). Jadi, sejarah aktual dari kitab keluaran meliputi jangka waktu sekitar delapan puluh lima tahun. Persoalan utama untuk para sarjana adalah menentukan abad yang tepat dari peristiwa Keluaran. Karena hanya ada dua Firaun yang memerintah lebih dari empat puluh tahun (jangka waktu pengasingan Musa di padang gurun selama penindasan umat Ibrani), pemerintahan mereka, merupakan pusat perhatian diskusi untuk menentukan tanggal terjadinya peristiwa Keluaran. Pandangan tanggal dini, menyebutkan Thutmose III sebagai Firaun dari masa penindasan, dan Amenophis sebagai Firaun dari peristiwa Keluaran. Pendapat tanggal kemudian menyebut Ramses I dan Seti I, sebagai Firaun yang menindas umat Ibrani dan Ramses II sebagai Firaun yang berkuasa pada saat terjadinya peritiwa Keluaran.
Kitab Matius
Kesimpulan yang dapat kita ambil berkaitan dengan tahun penulisan Injil Matius ini adalah diantara tahun 60-80 M.
a. Keagamaan
Suasana keagamaan secara umum masih dikuasai oleh para imam di bait Allah yaitu dalam agama Yahudi. Sedangkan kekristenan pelan-pelan mulai terpisah dari Yudaisme. Orang-orang Kristen berkumpul dan beribadah di Sinagoge, namun kemudian mulai bertemu dan mengadakan pertemuan di rumah-rumah. Bait Allah di Yerusalem adalah pusat resmi peribadahan Yahudi, peziarahan dan simbol identitas ke-Yahudian.
b. Sosial Politik
Pada masa itu, tanah Palestina di bawah penjajahan Romawi. Kaisar Romawi mengangkat para wakilnya yaitu para raja atau gubernur di Palestina. Raja lokal di Palestina seperti Herodes harus menyerahkan upeti ke Roma dan pada saat itu pejabat Romawi menindas rakyat. Herodes memperlakukan rakyat dengan sadis dan semua hak orang Yahudi dieksploitasi habis-habisan oleh penguasa setempat yang jahat, sehingga pada saat itu telah banyak rakyat yang terdesak melakukan perampokan, kejahatan dan pemberontakkan.pihak Pemerintahan Roma bukan saja tidak mampu mengatasi masalah tersebut dengan baik tetapi sebaliknya pihak pemerintah Roma mengadalkan kekuatan militernya untuk menindas serta menguasai lahan yang dimiliki masyarakat.
c. Ekonomi dan Budaya
Bila dilihat dari bidang ekonomi, pada waktu itu masyarakat terbagi dalam tiga kelas yaitu : Gubernur dan raja-raja (kelas elit, hidup dengan makmur dan dekat dengan pusat kekuasaan), para pegawai (kelas yang bekerja untuk kepentingan pemborong pajak, pemungut cukai) dan yang ketiga kelas rakyat jelata (kelas yang selalu dikenakan pajak,).
Pada saat itu, budaya Yahudi sangatlah dihargai dan dihormati sebagai kebiasaan yang harus ditaati. Dalam rangka mewujudkan kehadiran Kerajaan Sorga, maka Yesus harus berhadapan langsung dengan situasi dan kebiasaan-kebiasaan yang masih kuat dan dipertahankan oleh masyarakat dan jemaat Yahudi. Kebiasaan atau budaya yang nampak dari orang-orang Yahudi pada dasarnya banyak yang harus dirubah atau tidak sama sekali dipakai, seperti yang tertulis di dalam Matius 9:18-26.
4.2. Tafsiran Terhadap Nats
Keluaran 7:1-13
Pasal ini mengisahkan pengalaman Musa yang atas perintah Allah harus melemparkan tongkatnya ke tanah dan yang kemudian menjadi ular pada saat ia kembali ke Mesir dengan maksud menyatakan kepada semua pihak bahwa ia benar-benar diutus oleh Allah (ayat 1-5) dan juga membuktikan kehadiran Tuhan yang sangat kuat kepada Firaun dan juga kepada para penyihir Firaun yang menakjubkan secara alami.
Tanda-tanda yang dilakukan oleh Musa dan Harun tersebut juga sebagai penyataan mereka serta bukti kemahakuasaan Allah. Semakin jelas tanda-tanda (mujizat-mujizat) itu menunjukkan hal-hal di luar kemampuan dan pemikiran manusia, sehingga jelaslah bahwa Allah berkuasa atas kekuatan-kekuatan alam dan seiring dengan itu juga berkuasa atas bangsa-bangsa. Karena di mana ada kuasa Allah di sanalah kuasa sihir terbuka topengnya dan menjadi nyata sebagai pemberontakkan terhadap kuasa yang benar. Jadi tanda-tanda tidak selalu dimaksudkan untuk menyakinkan orang lain justru, dapat digunakan untuk lebih menyakinkan orang-orang pertama yang menjadi sasarannya, yaitu orang-orang yang telah memiliki kepercayaan terhadap tanda-tanda mujizat.
Firaun memandang orang Israel sebagai miliknya yang sah, makanya ia tidak mau melepaskan mereka pergi. Dari sinilah ia berlanggaran dengan kehendak Tuhan. Firaun telah mendengar perintah Tuhan, namun ia tetap tidak mau tunduk kepada instansi yang tidak diakuinya. Pada awalnya memang Firaun sendiri telah bersifat “keras hati” (Kel. 7:13,22 ;8:15 ;9:35), seakan-akan hatinya berdiri tegar teguh, tak mau bergerak. Namun kemudian dikatakan Tuhan sendiri yang mengeraskan hati Firaun
Kesimpulannya adalah bahwa Tuhan sendiri mengemudikan peristiwa-peristiwa itu sedemikian rupa, hingga keberangkatan orang Israel ditunda-tunda sampai menjemukan.. Dengan ini Tuhan hendak menelanjangi sikap raja itu sehabis-habisnya, dan menunjukkan bahwa Ia adalah penguasa atas segala kuasa, sekaligus dengan cara ini Allah ingin menyatakan bahwa kehendakNya-lah yang terjadi. Tidak lain rencana Tuhan dalam keluaran bangsa Israel mulai dari awal sampai pada pembebasannya adalah sebagai penyataan nama Tuhan, “Aku adalah YAHWE”. Dan orang Mesir menyatakan namaNya, termasuk dalam hal ini, mengapa Tuhan mengeraskan hati Firaun bukan untuk membuat raja itu menjadi lebih jahat lagi, tetapi untuk mempertontonkan sikap Firaun yang tegar itu, sehingga Tuhan dapat dengan jelas memperkenalkan dan menyatakan diriNya. Cara ini cukup mengesankan, karena disamping itu dengan demikian Tuhan juga akan lebih banyak menunjukkan kekuasaan dan kekuatanNya, termasuk melalui mujizat, yang pastinya akan lebih banyak terjadi apabila Firaun tetap bertahan dan dengan pengerasan hati Firaun oleh Tuhan sendiri. Begitu juga dengan kuasa yang diberikan Tuhan kepada Musa untuk melakukan mujizat di hadapan Firaun, tidak lain tujuannya adalah memperkenalkan Allah yang berkuasa atas segala apapun.
Peristiwa keluaran adalah peristiwa yang pokok dalam kepercayaan bangsa Israel. Peristiwa ini di anggap sebagai perbuatan ajaib Allah. Letaknya adalah kemenangan yang diperoleh bangsa Israel, sebagai bangsa yang tertindas selama bertahun lamanya. Pihak orang Mesir dengan angkatan perangnya yang dahsyat menderita kekalahan yang tidak pernah dipikirkan oleh bangsa Israel. Bangsa Israel yang lepas dari perbudakkan dan luput dari pengejaran itu, juga mendapat jaminan dari Allah, melalui Musa, bahwa Allah akan tetap bersama mereka, menyertai perjalanan mereka. Umat Israel merayakannya sebagai mujizat Allah, sebagai mujizat sepertinya kejadian itu tidak dapat diterangkan.
Matius 8: 14-27
Setelah Yesus memegang tangan ibu mertua Petrus, maka ia langsung sembuh dari demamnya. Proses penyembuhan merupakan pekerjaan Yesus yang mengandung kuasa dan tidak mampu dipahami secara pikiran tanpa iman. Perbuatan Yesus itu dapat dikatakan mujizat penyembuhan. Segera setelah disembuhkan, maka perempuan itu menyibukkan diri untuk melayani kebutuhan Yesus dan mungkin tamu-tamu yang lain tampak sebuah aspek yang fundamental dari kemuridan.
Pada ayat 16-17 Matius bercerita tentang pekerjaan Yesus mengusir roh-roh jahat dengan sepatah kata. Itu lain daripada akal-akal atau mantra yang pada waktu itu sering dipergunakan untuk melawan roh-roh jahat. Pekerjaan Yesus tersebut mengartikan bahwa kerajaan Allah (dunia baru) sudah mulai dinyatakan dan diwujudkan, sebab dalam kerajaan Allah tidak ada tempat untuk roh-roh jahat dan penyakit.
Menurut Prof. F. V. Filson, Yesus menginsafi bahwa orang banyak diliputi oleh emosi yang hebat karena mujizat Yesus, sehingga mereka tidak cukup tenang lagi untuk memikirkan pengajaran Yesus. Oleh karena itu, Yesus menyuruh murid-murid bertolak bersama-sama dengan Dia dalam perahu ke seberang laut Galilea. Sekilas, ayat 18-22 ini, sepertinya menyimpang dari pokok yang diceritakan dalam pasal 8 ini, yaitu tentang mujizat. Kemungkinan Matius menempatkan perikop itu untuk menekankan pemahamannya tentang sosok Yesus sebagai Hamba yang menderita. Atau kemungkinan yang lain adalah Matius juga melihat adanya mujizat dalam perikop itu, yaitu mujizat adanya seorang ahli Taurat yang ingin mengikuti Yesus. Ahli taurat itu menyebut Yesus dengan gelar tertingi yaitu “Guru”. Bagi dia, Yesus adalah seorang Guru yang terbesar yang pernah ia lihat dan dengar pengajaranNya.
Pada ayat 23-27, diceritakan suatu kejadian yang biasa terjadi di laut Galilea , yaitu badai beserta gelombang laut yang tinggi. Murid-murid datang kepada Yesus dan membangunkanNya serta berkata “Tuhan, selamatkanlah! Kita akan binasa!” Pertanyaan “Mengapa engkau begitu takut ?” dilanjutkan dengan teguran “engkau tidak memiliki iman yang kecil” adalah ungkapan kemarahan kepada murid-murid karena tidak mempercayai dan tidak sungguh-sungguh menghargai Tuhannya. Pertanyaan ini diletakkan Matius sebelum Yesus menenangkan danau (tidak seperti Markus dan Lukas). Dalam ayat 27, Matius memasukkan οι άνθρωποι sebagai subjek dari “mereka heran” karena perbuatan ajaib itu dan bertanya “orang macam apakah Dia?”.
Kuasa atas laut sering menjadi simbol setan atau kediaman setan. Jika kita menekankan simbol dari setan ini, kemudian kuasa Yesus atas laut adalah sama dengan mujizat penyembuhan dan juga pengusiran setan oleh Yesus dan karenaNya benar-benar wakil dari kedatangan kerajaan Allah. PerbuatanNya yang merupakan pekerjaan yang sungguh-sunggh hanya dapat dipahami melalui iman dan pengenalan akan DiriNya. Berkaitan dengan itu, pekerjaanNya dalam 23-27 ini, tidak selamanya bertentangan dengan hukum alam. Dengan pengertian apa yang terjadi di danau Galilea tidak bertentangan dengan gejala alam yang seharusnya terjadi, namun pekerjaan itu, berada di luar dari hukum alam. Mujizat atau perbuatan ajaib itu, berasal dari kekuatan dan kuasa yang sungguh tidak berada dalam ikatan hukum-hukum adikodrati. Dia adalah pengusa ciptaanNya. Tidak ada kesimpulan yang digambarkan melalui murid-murid ini, tetapi mereka tahu di luar dugaan bahwa Yesus adalah seorang yang luar biasa dengan kekuatan dan kuasa untuk melakukan suatu mujizat. Mujizat itu nyata dalam kuasaNya.
V. Makna Mujizat dalam pemahaman Kel. 7:1-13 dan Mat. 8:14-27
Kekuasaan yang dimiliki Allah, tampak dalam setiap pekerjaanNya. Ia adalah Allah yang memiliki wewenang penuh terhadap segala ciptaanNya. Oleh karena itu, ketika Dia mendengar keluhan dan penderitaan yang dirasakan oleh umat (ciptaanNya) (Keluaran 1:3,22, ;2:24-25). Oleh karena itu Dia datang dan menyatakan Dirinya sebagai Allah yang senantiasa memberikan perlindungan bagi mereka yang percaya kepadaNya. Melalui Musa Allah, memperkenalkan Dirinya kepada bangsa Israel maupun kepada bangsa Mesir (Firaun). Allah memperkenankan Musa untuk malakukan tanda-tanda mujizat, di mana melalui itu Allah menyatakan dirinya sekaligus ingin menunjukkan bahwa Ia telah bertindak atas apa yang dilakukan oleh Mesir. Singkatnya makna Mujizat dalam Keluaran 7:1-13 ini adalah sebuah tindakan atau pekerjaan Allah, di mana mujizat itu sebagai media atau jalan Allah untuk menyatakan Kuasa dan kehadiranNya ditengah-tengah ciptaanNya (bangsa-bangsa),
Yesus menjadi termasyur terutama karena mujizat-mujizat yang dikerjakanNya.Pada dasarnya mujizat-Nya merupakan reaksi spontan Yesus terhadap suatu kebutuhan nyata yang dihadapkan kepadaNya.
Sebenenarnya apa yang diceritakan dalam Matius 8 :18,23-27 menjadi sebuah cerita tipos.Matius sebenarnya tidak berkata tentang angin ribut (ancaman eskatologis),tetapi berkata tentang gempa (menggambarkan keadaan darurat yang mendahului akhir zaman) yang terjadi di laut.
Mujizat memiliki arti dan makna yang penting dalam pelayanan Yesus. Mujizat merupakan bukti kedatangan hari kemenangan Allah dan juga bukti kedudukan istimewa Yesus sebagai Dia yang diutus Allah, sang Mesias. Satu-satunya tanggapan yang nyata yang layak terhadap mujizat itu adalah mengakui wibawa Yesus. Namun mujizat itu sendiri bukanlah bukti yang cukup tentang siapa Dia. Mujizat hanya sebagian dari pelayanan Yesus. Yesus jauh lebih besar dari hanya seorang pelaku mujizat. Iman berdasarkan mujizat saja akan terlalu dangkal (Yoh. 2:23), bahwa Yesus justru meminta kepada orang yang telah menerima penyembuah ata:u keajaiban dari Allah yang lain, agar jangan menceritakan tentang penyembuhanNya
Disamping peranan mujizat dalam teologi Kristen juga merupakan sesuatu hal yang sangat penting untuk dipaparkan dalam hal ini. Hal itu didasarkan atas :
1. Teologi senantiasa mencari tanda atau simbol untuk menyatakan rahasia Allah. Oleh karena itu, mujizatlah yang merupakan jaminan untuk dapat berbicara tentang Allah yang keberadaanNya sungguh lain dati dunia ini, tetapi yang masih juga menyatakan diriNya kepada dunia ini.
2. Alkitab yang sangat kaya akan kisah-kisah mujizat dan sungguh besar artinya untuk tradisi kepercayaan Kristiani.
Oleh karena itu jelaslah bahwa pengetahuan yang lengkap tentang cara-cara Allah bekerja menunjukkan bahwa beberapa peristiwa yang dianggap unik hanyalah merupakan contoh dari satu pola yang teratur. Namun hal itu mungkin secara logis meniadakan kekeculian dan keluarbiasaan.
VI. Relevansi Pada Saat Ini
Bagi pewartaan Kristen sekarang, cerita-cerita mujizat tersebut menjadi titik pangkal pengajaran dan pemberitaan tentang Yesus. Sama seperti dulu mujizat-mujizat itu tidak melandaskan kepercayaan, tetapi lebih mengandaikannya demikian pun sekarang mujizat-mujizat itu hanya dapat berarti dan diberi makna tepat bagi mereka yang sudah percaya. Mujiza-mujizatttt itu tidak dapat secara apologetis buat membuktikan kebenaran Kristus bagi mereka yang tidak percaya. Sebaliknya cerita-cerita itu hanya dapat dimanfaatkan buat mengungkapkan dan menguatkan kepecayaan yang sudah ada.
Jemaat Kristen juga menghubungkan cerita-cerita itu dengan Tuhan Yesus yang bangkit dari kematian. Oleh karena itu, cerita-cerita mujizat tersebut dianggap sebagai peristiwa penyelamatan yang bermakna bagi jemaat sekarang. Cerita-cerita itu disusun sedemikian rupa sehingga di dalamnya terungkap manakah arti dan makna Kristus sekarang. Dengan demikian cerita-cerita lebih mencerminkan keadaan, kehidupan jemaat sekarang daripada hidup Yesus yang dulu.
Menurut keyakinan jemaat Yesus yang bangkit sudah menyatakan diri dalam mujizat-mujizatNya, sehingga yang nampak dalam cerita itu bukanlah Yesus dari Nazaret tetapi Tuhan sebagaimana yang dipuja oleh jemaat Kristen. Cerita-cerita itu mengungkapkan dan meneguhkan kepercayaan jemaat kepada Tuhan yang kini masih hidup dan berkarya dalam menolong jemaatNya,
VII. Kesimpulan
Mujizat adalah suatu peristiwa yang menerobos atau melampaui tatanan yang biasa dan menunjuk kepada Allah. Tanda mujizat itu bukanlah penunjukan yang asal saja, melainkan yang benar-benar kualitatif. Dengan demikian kita tidak perlu mempersoalkan apakah mujizat itu dapat terjadi atau apakah hal itu bertentangan dengan yang adikodrati dan sebagainya. Kerena, bukan mujizat itu yang utama, melainkan persekutuan kita dengan Tuhan. Sebab dengan persekutuan dengan Dia bisa saja terjadi hal-hal yang sangat ajaib, sehingga melalui itu kita akan menghayati kehadiran dan kuasa Tuhan.
DAFTAR PUSTAKA
……….……..,
1980 Tafsiran Alkitab Masa Kini I,
Jakarta: BPK-Gunung Mulia
Barclay, William
1995 Pemahaman Alkitab Sehari-hari, Matius Pasal 1-10,
Jakarta : BPK-Gunung Mulia
Barth, C
2001 Theologia Perjanjian Lama I,
Jakarta : BPK-Gunung Mulia
Douglas (ed), J. D.
2003 Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, Jilid II ‘M-Z’,
Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF
Durham, John I
1978 Word Biblical Commentary, Texas : Word Books Publisher
Drane, John
2005 Memahami Perjanjian Baru,
Jakarta : BPK-Gunung Mulia
E. Hill, Andrew & Walton, Jhon H.,
2000 Survei Perjanjian Lama, Surabaya: Gandum Mas
Fenton, J. C.
1973 Saint Matthewi, The Pelican New Testament Commentaries, Australia, Victoria:Cox and Wyman
Fuchs,
1971 “σημειον” dalam G. Friedrich (ed), Theological Dictionary of The New Testement, Vol. VII ‘Σ’, Michigan, Grand Rapids,: William B. Eerdmans Publishing
France,R. T.
2000 Yesus Sang Radikal :Potret Manusia yang Disalibkan,
Jakarta : BPK-Gunung Mulia
Grundman,
1964 “δυναμις” dalam G. Kittel (ed), Theological Dictionary of The New Testement, Vol. II ‘Δ-Ή’, Michigan, Grand Rapids,: William B. Eerdmans Publishing
Groenen, C. OFM
1979 Peristiwa Yesus, Yogyakarta : Kanisius, IKAPI
Helfmeyer,
1977 “מופת ” dalam B.G. Johannes & Helmer R. (ed), Theological Dictionary The Old Testament, Vol. I ‘ אב –בדד ‘,Michigan, Grand Rapids, :William B. Eerdames Publishing
Heer, de J.J
2003 Alkitab Injil Matius Pasal 1-22,
Jakarta :BPK-Gunung Mulia
Phillips, Graham
2002. The Moses Legacy The Evidence of History, London: Pan Macmillan
Rengstorf,
1972 “τέρας” dalam G. Friedrich (ed), Theological Dictionary of The New estement, Vol. VIII ‘Τ-Ύ’,Michigan, Grand Rapids,: William B. Eerdmans Publishing
Rosin, H
2003 Tafsir Alkitab : Kitab Keluaran 1-15,
Jakarta : BPK-Gunung Mulia
Tjandra, Lukas
1996 Latar Belakang PB. I, Malang : Seminari Alkitab Asia Tenggara,
Van de Beek, A
1996 Mujizat dan Cerita-cerita Mujizat,
Jakarta :BPK-Gunung Mulia
Vardly, Peter
1993 Allah Para Pendahulu Kita,
Jakarta: BPK-Gunung Mulia
Komentar
Posting Komentar